Ranggonseni.com, - Dilansir dari kanal Youtube RSTV pada Jumat (1/12/2023) oleh Lebe Karyoto, sekaul kanda, Prabu Siliwangi mempunyai anak yang bernama Permadi Putih, dia kemudian menjadi Adipati Banten. Darinya lahir Pucuk Umun dan Kawunganten. Putri Permadi Putih kemudian dipersunting oleh Sunan Gunung Jati.
Dari pernikahan ini, lahirnya Winangun dan Sebakingking. Sunan Gunung Jati kemudian mendirikan Kesultanan Banten, anaknya Sebakingking diangkat menjadi penerusnya sebagai raja bergelar Sultan Maulana Hasanudin.
Istri Sunan Gunung Jati, Nyi Ratu Kawunganten adalah pendekar pilih tanding yang sakti mandraguna. Ia diberi tugas untuk mencari Lebak Sungsang, yang kelak akan dijadikan pemukiman.
Berangkatlah Nyi Ratu Kawunganten ke arah timur dengan diiring prajurit pilihan. Sekian lamanya pencarian Alas Lebak Sungsang, akhirnya ketemu juga. Alas ini dianggap masih rengit yang dihuni jim setan dayang merkayangan.
Raja siluman yang menghuni alas ini adalah siluman ular raksasa. Tak terhindar kedua rombongan ini terjadi duel sengit, antara pasukan Kawunganten dan siluman ular raksasa.
Atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, para siluman ini bisa dikalahkan. Melihat anak buahnya lari tunggang langgang, raja siluman murka dan melilitkan ekornya ke segala penjuru alas.
Nyi Ratu Kawunganten tidak bisa berkutik, kemudian ia keluarkan pusaka andalan tusuk konde sakti. Pusaka ini dihunjamkan ke kepala ular. Seketika siluman ular berubah wujud menjadi sebuah batu. Batu tersebut kemudian disebut sebagai mustika naga.
Gelise wong kanda, Nyi Ratu kemudian mendapatkan wangsit agar menancapkan tusuk konde di sebelah timur. Seketika ditancapkan keluarlah api yang berkobar-kobar. Semakin besar dan merata, membakar semua pohon yang ada di Alas Lebak Sungsang.
Kini sepanjang mata memandang terlihat tanah lapang yang luas. Nyi Ratu Kawunganten puas setelah tugasnya berhasil. Sebentar kemudian diperintahlah salah seorang prajurit untuk melapor kepada Pangeran Cakra Buana.
Setelah mendapat laporan, Ki Kuwu Sangkan bersama Sunan Bonang dan Pangeran Pager Toya segera datang meninjau. Atas jasanya ini Nyi Ratu Kawunganten diberikan gelar Nyi Ratu Api.
Segera mereka pun mengukur tanah untuk membuat lahan dan pemukiman. Pada saat Ki Cakra Buana mengukur tanah yang sebelah selatan beliau terjatuh tersandung pohon pandan yang kemudian peristiwa itu diabadikan dan beri nama situs Ki Sela Pandan.
Dikarenakan beliau jatuh terduduk di wilayah ini, kedodokan, padukuhan ini diberi nama Kedokan Bunder. Kemudian Pangeran Pagar Toya mengukur tanah bagian utara hingga sampai pada pohon kedawung yang kemudian diberi nama situs Buyut Kedawung (Pagar Toya).
Selesai mengukur batas tanah Nyi Ratu Kawunganten disuruh untuk ider bumi yakni mengelilingi Alas Lebak Sungsang yang sudah menjadi tanah yang lapang dan peristiwa itu sampai sekarang masih diadakan oleh masyarakat Desa Kedokan Bunder pada acara sedekah bumi.
Atas saran Sunan Bonang kemudian Nyi Ratu Kawunganten beserta pengikutnya dibuatkan pesanggrahan untuk ditempati dan memulai tata pemerintahan dan dakwah.
Cerita penaklukan siluman Lebak Sungsang oleh Nyi Ratu Kawunganten sampai masyhur sampai terdengar oleh negara atas angin, pendekar dari Campa Aceh.
Mereka berdua kemudian adu tanding kesaktian, Nyi Ratu sedikit terdesak. Pangeran Walang Sungsang datang melerai dan memberikan ganti rugi tumbal kepada pendekar Campa.
Suatu waktu, masyarakat Lebak Sugsang dilanda kekeringan, sampai membuat Nyi Ratu kebingungan. Setelah mengheningkan cipta dan memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa.
Ditancapkanlah tusuk konde sakti tersebut, dari tanah keluarlah sumber air yang deras dan jernih. Masyarakat gembira dan senang. Sampai sekarang sumur itu masih ada dan diberi nama situs Sumur Gede.
Demikianlah riwayat tentang asal-usul Desa Kedokan Bunder. Wonten laler wilis, pentelas-pentelis, ya wis. Bener orane, mung sederma nyeritakena. Bobade kula bobade sing dongengna. (Meneer Pangky/RS)***
Baca konten lainnya di Google News