Ranggonseni.com, - Dilansir dari kanal Youtube RSTV pada Jumat (10/11/2023) oleh Lebe Karyoto, sekaul kanda, setelah peristiwa Perang Kedongdong pada tahun 1818. Ada veteran pendekar bersaudara yang berasal dari Telaga, yaitu Ki Secah Lampah, Ki Secah Bama, Ki Secah Nata, Ki Secah Raga.
Mereka berempat melakukan perjalanan napak tilas hingga singgah di Telaga Jamun di Padukuhan Mangir.
Seca Lampah bertemu dengan Ki Senibah ketika beristirahat di telaga tersebut. Ki Senibah juga bersama adik-adiknya, Yaitu Canggarita dan Gandrung Dewi. Mereka bertiga berasal dari Demak.
Dari pertemuan dan perkenalan itu, Ki Senibah memperkenalkan Ki Secah Lampah dan Nyi Canggarita untuk bersatu membangun mahligai rumah tangga. Walaupun lain daerah dan lain bahasa, namun jodoh sudah menentukan. Akhirnya menikahlah kedua insan itu.
Hari-hari dilalui, kehidupan mereka dipenuhi kebahagiaan dan kedamaian bersama untuk meniti hari esok disongsongnya dengan suka cita.
Suatu hari terbesit kabar bahwa ada sayembara di daerah selatan, jiwa kependekaran Ki Secah Lampah oleh kabar itu dan keniatan untuk mengikuti sayembara bergejolak hingga keniatan dan diutarakan pada kakak iparnya (Ki Senibah) dan pada istrinya (Nyi Canggarita), padahal istrinya sedang berbadan dua.
Ki Senibah mengkhawatirkan keselematan adiknya yang sedang mengandung dan Ki Senibah memberikan nasehat kepada Ki Secah Lampah dengan berbagai dalih, namun Ki Secah Lampah tak bisa mengurungkan niatnya untuk mengikuti sayembara tersebut.
Ki Senibah tidak bisa berbuat banyak dan dikabulkannya keniatan itu dengan syarat Ki Secah Lampah melakukan babad alas dulu untuk membuka lahan dan permukiman guna membekali sang jabang bayi bila sudah lahir kelak di kemudian hari.
Maka disanggupinya dan dengan kesaktiannya keluarlah api berkobar-kobar, meliuk ke barat laut, ke barat selatan, barat daya, hingga berakhir di tepi sungai di sebelah barat dan sampai sekarang disebut Kalimati dimana cakupan wilayah Sliyeg sesuai padamnya api yang dikobarkan oleh Ki Secah Lampah.
Dari timur sekarang desa Sudikampiran, Gadingan, Tugu, Sliyeg, Majasari, Longok, Tambi, Sleman dan berakhir di desa Kalimati dan di tempat berdirinya (ngayeg-ngayeg), Ki Secah Lampah menancapkan tongkatnya sambil berucap dan berwasiat.
“Wahai isteriku, inilah peninggalan untuk anakmu bila kelak lahir. Wahai isteriku, bila anakku laki-laki, namailah dengan Brama Jaya, bila perempuan ya terserah”.
Setelah itu dengan berat hati Ki Secah Lampah pada istri dan kakak iparnya untuk meneruskan misinya mengikuti sayembara, hingga ada kabar pada akhirnya ia gugur di medan sayembara dan jasadnya dimakamkan di desa Gadel dan sampai sekarang situsnya masih ada.
Nyi Canggarita dalam masa penantian menunggu kapan suaminya datang, akan tetapi masa penantianya terobati setelah lahirnya seorang anak laki-laki dan diberi nama Brama Jaya sesuai dengan wasiat Ki Secah Lampah.
Demikianlah riwayat tentang asal-usul Desa Sliyeg. Wonten laler wilis, pentelas-pentelis, ya wis. Bener orane, mung sederma nyeritakena. Bobade kula bobade sing dongengna. (Meneer Pangky/RS)***
Baca konten lainnya di Google News