Ranggonseni.com, - Dilansir dari kanal Youtube RSTV pada Jumat (13/10/2023) oleh Lebe Karyoto, sekaul kanda, Buyut Tambi dan Buyut Sleman adalah kakak-beradik putra seorang prajurit Kesultanan Cirebon yang meneruskan ayahnya berguru agama pada Sunan Gunung Jati.
Konon sang ayah mendapatkan tugas menjadi seorang Ki Geden di wilayah yang kemudian hari dikenal dengan Desa Tambi dan Desa Sleman. Setelah wafatnya sang ayah, posisi pemimpin desa diganti anaknya yakni Ki Tambi dan selang beberapa tahun kemudian Ki Sleman juga diangkat oleh masyarakat menjadi Ki Geden Sleman.
Ki Tambi adalah seorang pekerja keras, pekerjaan apapun ia jalani dengan baik karena dalam pikirannya rejeki itu harus dijemput bukan ditunggu, lain halnya dengan Ki Sleman terlihat kealiman berilmu tinggi menjalankan pekerjaan pun penuh dengan pertimbangan yang matang.
Suatu hari Ki Tambi berkata kepada Ki Sleman, engkau harus mengubah sikapmu lebih tegas sedikit. Sebab, engkau sekarang sudah menjadi seorang pemimpin, harus berwibawa. Ki Sleman pun menjawab “ya nasihatmu aku selalu dengar dan simak dengan baik”.
Pada lain waktu Ki Tambi sering dibuat kesal dengan tingkah laku adiknya. Ada saja kelakuan adiknya yang tidak mengenakkan hatinya. Apalagi ketika ada acara besar mengenai kewajiban tugas, seperti menghadiri rapat penting.
Setiap kali Ki Tambi menjemput Ki Sleman dilihatnya masih dalam keadaan tertidur, dalam keadaan sedang makan dan lainnya. Hal ini sontak menyulut emosi sang kakak terhadap kelakuan adiknya itu.
“Wahai Ki Sleman engkau ini sepertinya tidak bersungguh-sungguh menjalankan pekerjaanmu sebagai seorang Ki Geden”. Hardik Ki Tambi dengan nada tinggi. Diam seribu bahasa, Ki Sleman hanya menyimak dengan seksama.
Hal ini lah membuat Ki Tambi makin naik pitam,hari itu ada acara yang sangat penting dengan priyagung Dermayu, sedangkan Ki Sleman terlihat biasa-biasa saja tanpa sedikit pun merespon Ki Tambi.
Tak lama Ki Sleman berucap "wahai kakakku kenapa setiap kali engkau datang selalu marah-marah kepadaku apakah ada yang salah dengan ku? Sepertinya engkau tidak tahu apa yang sedang aku lakukan, dan justru akulah yang sebenarnya ingin mengatakan padamu, ada apa dengan dirimu wahai kakakku" ungkap Ki Sleman bertanya-tanya.
Ki Tambi sama sekali tidak menggubris ucapan adiknya. Jawaban adiknya membuat murka sampai ke ubun-ubun. Pendil satu-satunya Ki Sleman pun dibanting. Pecah berserakan.
Ki Sleman melanjutkan wawan pangandika. "Wahai Ki Tambi sesungguhnya engkau belumlah lulus ingat pesan dari guru, kita harus meneruskan tirakat".
Mendengar hal itu Ki Tambi akhirnya sadar. Ia telah berbuat kesalahan besar pada adiknya, dan kemudian Ki Tambi pun mengingat lagi perintah dari sang guru dan mengajarkan pada murid-muridnya serta semakin fokus menjalankan tirakat supaya benar-benar mampu meningkatkan nilai spiritual.
Besoknya dengan penuh kesadaran Ki Tambi datang kembali menemui adiknya. Ia meminta maaf dengan semua kejadian yang telah dilakukan seperti memecahkan pendil milik Ki Sleman.
Jawab Ki Sleman, "Wahai kakakku ketahuilah sesungguhnya saat engkau datang ke rumahku engkau tidak pernah bertemu denganku yang engkau temui ia lah sandalku yang sengaja aku tinggal sedangkan aku sendiri sudah pergi sedari tadi untuk menghadiri acara penting itu" ucap Ki Sleman.
Ki Tambi hanya terdiam dan terlihat tercengang. "Berarti yang selama ini aku temui dan aku marahi hanya sebuah trumpah milik adikku". Ki Tambi tertunduk malu mendengar ungkapan dari adiknya tadi.
"Sudahlah sekarang aku minta padamu wahai kakakku kembalikan sandalku, yang telah engkau buang dan hilangkan" pinta Ki Sleman.
Ki Tambi mengangguk mengiyakan sambil berlalu pergi. Dalam perjalanan pulang ia mampir ke rumah Buyut Jemirah. Ia meminta tolong membantu mencari sendal trumpah Ki Sleman.
Atas saran Ki Buyut Jemirah akhirnya Ki Tambi disuruh menggali tanah yang telah ditunjuk. Di tempat itulah ia menemukan sumber mata air dan sendal trumpah milik adiknya.
Tanah yang digali itu kemudian menjadi sebuah sumur yang dinamakan Sumur Trumpah. Hingga saat ini sumur trumpah masih dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai sumur yang ada karomahnya dan sering digunakan sebagai tamba atau obat.
Sedangkan Ki Tambi namanya diabadikan menjadi nama desa, yakni Desa Tambi. Yang bisa dimaknai sebagai tamba. Seriwayat mengatakan bahwa sumur adalah tanda bukti Ki Tambi lulus njabat dalam tapa laku spiritual. Riwayat lainnya mengatakan ‘tambih’ yakni sebagai batas. Sumur tersebut berada diantara perbatasan Desa Tambi dan Sleman.
Sebagai rasa terimakasih dan penghormatannya kepada Ki Buyut Jemirah, dimakamkan disamping situs sumur trumpah. Selanjutnya Ki Tambi mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya di Padepokan Pulo. Untuk memenuhi kebutuhan sanitasi, ia pun menggali tanah Kembali, berhubung air yang keluar deras, sampai melebar dan membesar, sumur tersebut dinamakan Sumur Gede.
Sekaul kanda ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Ki Tambi dulu pernah belajar menjadi dalang wayang pada sahabatnya yaitu Ki Geden Gegesik. Ia lupa akan tugasnya berdakwah dan lebih condong kepada hal duniawi.
Ki Sleman dan Ki Jemirah sampai datang menasehati agar kembali pada tujuan dan amanah dari guru untuk kembali mengajar murid-muridnya. Lantas Ki Tambi disuruh menghadap kepada Sunan Jati Purba di Cirebon.
Di dalam Keraton Pakungwati, Ki Tambi meminta maaf dan menyadari kekhilafannya. Ia selanjutnya memohon petunjuk dan petuah dari gurunya. Sunan Jati Purba memberikan wejangannya.
"Wahai Ki Tambi ingatlah nanti anak cucumu itu akan mewarisi bakat senimu, tapi jangan lupa sampaikan pada mereka bahwa sisipkanlah nilai nilai dakwah agama pada setiap pertunjukan walaupun sedikit".
Demikianlah cerita rakyat dari Desa Tambi Indramayu. Dan terbukti sampai saat ini Desa Tambi banyak melahirkan para seniman. Wonten laler wilis, pentelas-pentelis, ya wis. Bener orane, mung sederma nyeritakena. Bobade kula bobade sing dongengna. (Meneer Pangky/RS)***
Baca konten lainnya di Google News