Ranggonseni.com - Sekaul kanda, adat mapag tamba mulai ada setelah Raden Hadiningrat madeg praja di Desa Tugu. Raden Hadi berasal dari Kaliwungu, Demak Bintara, sekitar tahun 1530 M.
Setelah menerima beselit, Raden Hadi membawa pecacahan dan pusaka desa dari Raja Cerbon. Selanjutnya membangun bale desa dan menatanya. Sejak itulah adat rentetan ini dilaksanakan.
Mulai adat sedekah bumi, bog bog neng, mapag tamba, mapag sri, maleman dan unjungan Buyut Tugu dan Buyut Penjalin. Untuk membiayai segala acara adat ini diaturlah carik Sikebo dan carik Gatotgaca.
Seriwayat, Arya Kebon adalah pencetus adat mapag tamba. Ia berkata “niki kula wangsul saking Pendopo Agung Cerbon, ambakta toya kangge damel sarat nambani tandure wong Dermayu”.
Raden Suta Jaya setelah sukses dan selamat menjaga Gedong Pajimatan Si Rara Denok. Ia pulang ke Pekandangan. Namun sayang pusakanya hilang tanpa disadari.
Hal itu membuat murka sang ayah, Ki Jebug Angrum. Pusaka itu milik Ki Geden Alas Penjalin. Ia harus menemukannya kembali. Sebagai bekal, Jebung Angrum memberinya bibit-bibit palawija.
Sambil menanam bibit palawija, Suta Jaya melakukan laku tirakat berpuasa. Ia baru berbuka setelah tanaman berbuah.
Begitu saja, berulang kali, berpindah-pindah tempat. Akibat perilakunya ini ia pun digelari Arya Kebon.
Suatu waktu ia menemukan kembali pusaka yang hilang itu. Atas keberhasilannya itu oleh Sinuhun diberi hadiah kendi toya.
Kemudian berpesan, “anak putu Dermayu benjang seneng molah tani lan kebonan lir kadya kaki moyange”.
Peristiwa tersebut diperingati sebagai adat mapag tamba oleh masyarakat Indramayu. Demikianlah asal-usul adanya adat istiadat ini. (Meneer Pangky/RS)***
Baca konten lainnya di Google News
Setelah menerima beselit, Raden Hadi membawa pecacahan dan pusaka desa dari Raja Cerbon. Selanjutnya membangun bale desa dan menatanya. Sejak itulah adat rentetan ini dilaksanakan.
Mulai adat sedekah bumi, bog bog neng, mapag tamba, mapag sri, maleman dan unjungan Buyut Tugu dan Buyut Penjalin. Untuk membiayai segala acara adat ini diaturlah carik Sikebo dan carik Gatotgaca.
Seriwayat, Arya Kebon adalah pencetus adat mapag tamba. Ia berkata “niki kula wangsul saking Pendopo Agung Cerbon, ambakta toya kangge damel sarat nambani tandure wong Dermayu”.
Raden Suta Jaya setelah sukses dan selamat menjaga Gedong Pajimatan Si Rara Denok. Ia pulang ke Pekandangan. Namun sayang pusakanya hilang tanpa disadari.
Hal itu membuat murka sang ayah, Ki Jebug Angrum. Pusaka itu milik Ki Geden Alas Penjalin. Ia harus menemukannya kembali. Sebagai bekal, Jebung Angrum memberinya bibit-bibit palawija.
Sambil menanam bibit palawija, Suta Jaya melakukan laku tirakat berpuasa. Ia baru berbuka setelah tanaman berbuah.
Begitu saja, berulang kali, berpindah-pindah tempat. Akibat perilakunya ini ia pun digelari Arya Kebon.
Suatu waktu ia menemukan kembali pusaka yang hilang itu. Atas keberhasilannya itu oleh Sinuhun diberi hadiah kendi toya.
Kemudian berpesan, “anak putu Dermayu benjang seneng molah tani lan kebonan lir kadya kaki moyange”.
Peristiwa tersebut diperingati sebagai adat mapag tamba oleh masyarakat Indramayu. Demikianlah asal-usul adanya adat istiadat ini. (Meneer Pangky/RS)***