Ranggonseni.com - Sekaul kanda, seorang pemuda bernama Kirom suka sekali mengembara. Suatu waktu ia sampai ke Bengawan Cimanuk. Ketika sedang istirahat ia menemukan sembilan bidadari sedang mandi.
Tempat mandinya itu sumur krapyak, atau lebih populer disebut sendang widadari. Jiwa kejantanannya bangkit saat melihat kemolekan dan kecantikan para bidadari tersebut. Muncullah niat menggagahi. Diambillah pakaian salah satu dari mereka.
Gelise wong dongeng, Ki Kirom lalu menikah dengan Dewi Andayasari alias Nawang Wulan. Dari pernikahannya ini lahirlah Wira Permoda yang kelak jadi Ki Geden Penganjang. Pendil wesi Dalem Dermayu.
Ki Kirom punya julukan Jaka Tarub dan Ki Geden Laha. Gelar Jaka Tarub karena sering melindungi masyarakat. Julukan Ki Geden Laha karena ahli perikanan, tukang membuat laha.
Suatu hari Nawang Wulan mau ke sendang, untuk mencuci dan mengambil air. Ia berpesan kepada Jaka Tarub, jangan sekali-kali membuka dangdang.
Saking penasaran, Jaka Tarub tak kuasa ingin tahu apa yang ada di dalam dangdang. Ternyata, ia hanya menemukan salas gabah.
Seketika pulang dari sendang, Nawang Wulan memeriksa dangdang. Ia terkejut, hanya mendapati gabah yang tidak jadi nasi. Hatinya marah dan kecewa, suaminya tersayang tak bisa memegang janji.
Tempat mandinya itu sumur krapyak, atau lebih populer disebut sendang widadari. Jiwa kejantanannya bangkit saat melihat kemolekan dan kecantikan para bidadari tersebut. Muncullah niat menggagahi. Diambillah pakaian salah satu dari mereka.
Gelise wong dongeng, Ki Kirom lalu menikah dengan Dewi Andayasari alias Nawang Wulan. Dari pernikahannya ini lahirlah Wira Permoda yang kelak jadi Ki Geden Penganjang. Pendil wesi Dalem Dermayu.
Ki Kirom punya julukan Jaka Tarub dan Ki Geden Laha. Gelar Jaka Tarub karena sering melindungi masyarakat. Julukan Ki Geden Laha karena ahli perikanan, tukang membuat laha.
Suatu hari Nawang Wulan mau ke sendang, untuk mencuci dan mengambil air. Ia berpesan kepada Jaka Tarub, jangan sekali-kali membuka dangdang.
Saking penasaran, Jaka Tarub tak kuasa ingin tahu apa yang ada di dalam dangdang. Ternyata, ia hanya menemukan salas gabah.
Seketika pulang dari sendang, Nawang Wulan memeriksa dangdang. Ia terkejut, hanya mendapati gabah yang tidak jadi nasi. Hatinya marah dan kecewa, suaminya tersayang tak bisa memegang janji.
Dewi Nawang Wulan kini tak sakti lagi. Saban mau menanak nasi, ia harus menumbuk gabah dulu. Hari ganti minggu, minggu ganti bulan, padi di lumbung semakin habis. Tak disangka selendang mayang miliknya disembunyikan di lumbung.
Ia pun pamit kepada Jaka Tarub ingin kembali ke kahyangan. Jaka Tarub sangat menyesali perbuatannya. Ia pun memohon meski telah berpisah, seringlah menengok anaknya, Wira Permoda.
Nawang Wulan menjawab, buatlah anjang-anjang dan tanamlah walu putih. Jika Wira Permoda menangis dan ingin bertemu ibunya, taruhlah di atasnya. Kemudian bakarlah merang ketan ireng. Bau asapnya akan membuat saya turun ke bumi.
Demikianlah, kisah asal-usul Desa Penganjang dan penyebab larangan menanam labu putih dan ketam hitam di desa tersebut. (Meneer Pangky/RS)***
Ia pun pamit kepada Jaka Tarub ingin kembali ke kahyangan. Jaka Tarub sangat menyesali perbuatannya. Ia pun memohon meski telah berpisah, seringlah menengok anaknya, Wira Permoda.
Nawang Wulan menjawab, buatlah anjang-anjang dan tanamlah walu putih. Jika Wira Permoda menangis dan ingin bertemu ibunya, taruhlah di atasnya. Kemudian bakarlah merang ketan ireng. Bau asapnya akan membuat saya turun ke bumi.
Demikianlah, kisah asal-usul Desa Penganjang dan penyebab larangan menanam labu putih dan ketam hitam di desa tersebut. (Meneer Pangky/RS)***
Baca kabar lainnya di Google News