Bulan Juni kok sering hujan? Begitu saja pertanyaan itu mampir di pikiran. Beberapa pekerjaan jadi gagal karena hujan menyebalkan ini.
Saya lalu teringat dengan puisi Sapardi Djoko Damono tentang hujan di bulan Juni. Saya suka puisi ini.
Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Sepengalaman hidup, saya jarang mendapati hujan di bulan Juni. Bulan tersebut sudah masuk musim kemarau. Dalam hati selalu mengkritisi. Sungguh aneh. Peristiwa hujan di bulan Juni adalah suatu anomali.
Omong-omong soal hujan, saya teringat lagu tarling "kembange rindu" yang diciptakan Iwan BS dan dipopulerkan oleh Erni S.
Rintike udan oh bisikana
Suara ati sing lagi kesepian
Ati kelayu kebayang-bayang
Musim udan dadi kembange rindu
Dari hujan banyak tercipta lagu-lagu. Hujan adalah sumber inspirasi terbaik. Lain Erni lain Sosok. Jika Erni menyatakan hujan adalah bunga-bunga rindu. Sosok malah menggambarkan hujan sebagai musibah. Tentang sakit hati.
Udane ning jaba teles ning pipi
Tek arepaken tek impiaken kien ninggalaken
Gledege ning jaba nyamber ning ati
Tek sayangi tek emani tega ngapusi
Lain puisi lain lagu. Lain pula soal paribasa. Ada pepatah mengatakan "aja kaya gledeg ketiga, abane bae buktine langka". Jangan suka berjanji bila tak bisa menepati.
Seperti obat kantuk adalah tidur, maka obat mendung adalah hujan. Ya begitulah. Hai hujan, saya masih sukacita menyambutmu di bulan Juni ini. (Meneer Pangky/RS)***